Rabu, 11 Januari 2012

JURUS SABANDAR

Silat Sabandar adalah aliran silat yang berkembang di desa Sabandar, Karangtengah, Cianjur, Tanah Sunda (Propinsi Jawa Barat), yang dikembangkan oleh Muhammad Kosim dari Minangkabau [1]. Asal negeri Mamak Kosim -- demikian orang Sunda sekitar beliau memanggil -- di Minangkabau tidak diketahui secara pasti. Mamak di dalam bahasa Minangkabau artinya saudara laki-laki dari ibu. Di Tanah Sunda, Mamak Kasim dikenal sebagai orang yang lembut dan penuh welas asih [2]. Beliau mengajari murid-muridnya dengan lembut, ini menandakan karakter sabar dari seorang guru. Sifat beliau yang lembut dalam mengajari silat, bukan berarti gerakan itu tidak berbahaya jika digunakan untuk membela diri.

Sejarah

Silat Sabandar yang diajarkan oleh Mamak Kosim telah lebur dengan silat yang ada di Tanah Sunda. Tokoh lain yang berpengaruh besar terhadap perkembangan silat Sabandar adalah Kari dan Madi. Silaturrahmi yang saling mengguntungkan antara dua ahli silat telah melahirkan aliran baru, sehingga sudah sulit membedakan mana silat yang asli diajarkan oleh Mamak Kosim, mana yang berasal dari ajaran Kadi dan Madi. Disamping peleburan gerakan fisik, peleburan aspek spiritual tentu saja tidak bisa dihindarikan dari silaturahmi tokoh-tokoh silat ini.
Jika Mamak Kosim berasal dari Ranah Minangkabau, maka Mamak Kosim sudah dapat dipastikan memiliki kemampuan silat secara fisik dan juga memiliki aspek-aspek spritualnya, karena di dalam pepatah Minangkabau mengatakan bahwa nan lahia babatin ( yang lahir memiliki aspek batinnya). Di zaman beliau hidup tersebut tidak mungkin silat di Minangkabau diajarkan tanpa diberi isi. Isi itu lebih berdekatan ke arah pengajian tarekat setelah dipengaruhi Islam, dalam hal ini bisa dilacak dasarnya dari tarekat yang dominan di Sumatera Barat di zaman itu, yakni Satariah (Syaththariyyah), Naqsabandiyah dan Samaniah. Pada zaman sebelum Islam, isi tersebut dipengaruhi oleh campuran antara ajaran kepercayaan animisme/dinamisme dengan ajaran Hindu dan Budha. Setelah Islam masuk, sisa-sisa dari warisan sebelum Islam masih bisa terlacak di dalam beberapa patah kata dari sebagian besar mantera-mantera yang digunakan di Minangkabau oleh pengamalnya. Tarekat Samaniah hanya berkembang di daerah Luhak (Kabupaten) Limapuluh Kota dengan ibu kota Payakumbuh, sedangkan dua tarekat lain berkembang ke wilayah lain di Minangkabau bahkan sampai ke daerah rantau (propinsi-propinsi di sekitar Sumatera Barat saat ini bahkan sampai ke Malaysia). Salah satu ajaran dari Satariah adalah takhalli (kosongkan dari keburukan), tahalli (isi dengan kebajikan) dan tajalli (kehadiran cahaya ilahi di dalam diri pengamalnya)[3]. Sementara itu tarekat samaniah yang menggunakan anggota tubuh secara aktif menyatu ke dalam gerakan silat, jadi zikir itu sendiri adalah gerakan pada silat. Bagaimanapun, dibutuh kajian lebih dalam bagaimana pengaruh kajian tarekat di dalam silat Sabandar yang ada saat sekarang dan dibandingkan dengan sumbernya di Ranah Minangkabau.

Konsep Silat Sabandar

Permainan menggunakan rasa juga dikenal di dalam terminologi silat di Minangkabau, negeri asal Moh Kosim, yakni mamakai garak jo raso (menggunakan insting dan rasa) pada tingkat mahir. Pada level ini pesilat sudah menggunakan ketajaman insting dan bersilat dengan gerakan cepat, tepat dan pas tanpa perlu dipikirkan dulu. Kata 'rasa' ini dapat diibaratkan dengan seorang pengemudi mobil yang menggunakan kombinasi rem, perseneling dan gas dengan mulus dan lembut meskipun telah melaju dengan sangat kencang dan dapat berhenti tanpa harus terhentak. Kata 'rasa' di dalam Bahasa Minangkabau juga bisa dipakai untuk seorang koki yang mahir yang bisa menghasilkan masakan enak tanpa harus menimbang satu-satu bahan bakunya seperti yang dilakukan oleh koki pada tahap belajar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar